Oleh: Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i rahimahullaah
Soal:
Apa hukumnya orang yang beronani di bulan Ramadhan,
apakah ia dikenai sanksi sebagaimana sanksi yang dikenakan kepada orang
yang melakukan jimak dengan istrinya (di siang hari di bulan Ramadhan)?
Asy-Syaikh Muqbil menjawab:
Ia berdosa, namun tidak ada kafarah (denda) atasnya. Ia berdosa karena Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam sebuah hadits yang beliau riwayatkan dari Rabbnya:
يَدَعَ طَعَامُهُ وَشَرَابَهُ وَشَهْوَتَهُ مِنْ أَجْلِيْ
“Ia meninggalkan makanan, minuman dan syahwatnya karena Aku.”
Ia tidak wajib mengqadhanya, karena qadha tidak
ditunaikan kecuali dengan adanya dalil, sedangkan dalil-dalil yang ada
berlaku bagi orang yang safar (bepergian) dan orang yang sakit, bila ia
berbuka.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيْضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ
“Maka barangsiapa di antara kalian sakit atau
dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa)
sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain.” (Al-Baqarah: 184)
Demikian pula dengan wanita yang haidh, ia harus mengqadha puasanya berdasarkan hadits ‘Aisyah radhiyallaahu ‘anha dalam kitab Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim.
Wanita yang menyusui dan wanita hamil mengqadha puasa bila mereka
berbuka berdasarkan hadits dari Anas bin Malik Al-Ka’bi, dan mengqadha
puasa didasarkan pada ayat tersebut di muka. Wallaahu a’lam. (Ijaabatu as-Saail, soal no. 101)
(Dinukil dari إجابة السائل (Asy-Syaikh Muqbil Menjawab Masalah Wanita)
karya Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i, hal. 31-32; penerjemah: Abu
‘Abdillah Salim; editor: Abu Faruq Ayip Syafruddin; penerbit: Penerbit
An-Najiyah, cet ke-1, Rajab 1428H/Agustus 2007M untuk
http://almuslimah.co.nr)
0 komentar:
Posting Komentar