Dahlan Iskan (lahir tanggal 17 Agustus 1951 di Magetan,
Jawa Timur), dalam bukunya Ganti Hati ada cerita menarik tentang tanggal
kelahiranya, Dahlan Iskan menuturkan bahwa tanggal tersebut dikarang sendiri
oleh pak Dahlan karena pada waktu itu tidak ada catatan kapan dilahirkan dan
orang tuanya juga tidak ingat tanggal kelahirannya. Dan kenapa pak Dahlan
memilih tanggal 17 Agustus, karena bertepatan dengan tanggal kemerdekaan
Indonesia dan supaya mudah diingat.
Dahlan kecil dibesarkan dilingkungan pedesaan dangan
serba kekurangan, akan tetapi sangat kental akan suasana religiusnya. Ada
cerita menarik yang saya baca pada buku beliau Ganti Hati yang menggambarkan
betapa serba kekurangannya beliau ketika waktu kecil. Disitu diceritakan Dahlan
kecil hanya memiliki satu celana pendek dan satu baju, tapi masih memiliki satu
sarung!. Dan dengan joke-joke pak Dahlan yang segar beliau menceritakan
kehebatan dari sarung yang dimiliki. Disini beliau menceritakan bahwa sarung
bisa jadi apa saja. Mulai jadi alat ibadah, mencari rezeki, alat hiburan,
fashion, kesehatan sampai menjadi alat untuk menakut-nakuti.
Kalau Dahlan kecil lagi mencuci baju, sarung bisa
dikemulkan pada badan atasnya. Kalau lagi mencuci celana, sarung bisa dijadikan
bawahan. Kalau lagi cari sisa-sisa panen kedelai sawah orang kaya, sarung itu
bisa dijadikan karung. Kalau perut lagi lapar dan dirumah tidak ada makanan,
sarung bisa diikatkan erat-erat dipinggang jadilah dia pengganjal perut yang
andal. Kalau mau sholat jadilah dia benda yang penting unutk menghadap Tuhan.
Kalau lagi kedinginan, jadilah dia selimut. Kalau sarung itu sobek masih bisa
dijahit. Kalau ditempat jahitan itu robek lagi, masih bisa ditambal. Kalau
tambalanya pun robek, sarung itu belum tentu akan pensiun. Masih bisa
dirobek-robek lagi, bagian yang besar bisa digunakan sebagai sarung bantal dan
bagian yang kecil bisa dijadikan popok bayi. Ada pelajaran yang bisa kita petik
dari cerita beliau, bahwa apapun kondisi kita, baik kurang, cukup atau lebih
kita harus tetap bersyukur, sabar dan harus menikmati semuanya dengan apa
adanya.
Dahlan Iskan Bersama Jawa POS
Jawa Pos didirikan oleh The Chung Shen pada 1 Juli 1949
dengan nama Djawa Post. Saat itu The Chung Shen hanyalah seorang pegawai bagian
iklan sebuah bioskop di Surabaya. Karena setiap hari dia harus memasang iklan
bioskop di surat kabar, lama-lama ia tertarik untuk membuat surat kabar
sendiri. Setelah sukses dengan Jawa Pos-nya, The Chung Shen mendirikan pula
koran berbahasa Mandarin dan Belanda. Bisnis The Chung Shen di bidang surat
kabar tidak selamanya mulus. Pada akhir tahun 1970-an, omzet Jawa Pos mengalami
kemerosotan yang tajam. Tahun 1982, oplahnya hanya tinggal 6.800 eksemplar
saja. Koran-korannya yang lain sudah lebih dulu pensiun. Ketika usianya
menginjak 80 tahun, The Chung Shen akhirnya memutuskan untuk menjual Jawa Pos.
Dia merasa tidak mampu lagi mengurus perusahaannya, sementara tiga orang
anaknya lebih memilih tinggal di London, Inggris.
Pada tahun 1982, Eric FH Samola, waktu itu adalah
Direktur Utama PT Grafiti Pers (penerbit majalah Tempo) mengambil alih Jawa
Pos. Dengan manajemen baru, Eric mengangkat Dahlan Iskan, yang sebelumnya
adalah Kepala Biro Tempo di Surabaya untuk memimpin Jawa Pos. Eric Samola
kemudian meninggal dunia pada tahun 2000.
Karir Dahlan Iskan dimulai sebagai calon reporter sebuah
surat kabar kecil di Samarinda (Kalimantan Timur) pada tahun 1975. Tahun 1976,
ia menjadi wartawan majalah Tempo. Sejak tahun 1982, Dahlan Iskan memimpin
surat kabar Jawa Pos hingga sekarang. Dahlan Iskan adalah sosok yang menjadikan
Jawa Pos yang waktu itu hampir mati dengan oplah 6.000 ekslempar, dalam waktu 5
tahun menjadi surat kabar dengan oplah 300.000 eksemplar. Lima tahun kemudian
terbentuk Jawa Pos News Network (JPNN), salah satu jaringan surat kabar
terbesar di Indonesia, dimana memiliki lebih dari 80 surat kabar, tabloid, dan
majalah, serta 40 jaringan percetakan di Indonesia. Pada tahun 1997 ia berhasil
mendirikan Graha Pena, salah satu gedung pencakar langit di Surabaya, dan
kemudian gedung serupa di Jakarta. Pada tahun 2002, ia mendirikan stasiun
televisi lokal JTV di Surabaya, yang kemudian diikuti Batam TV di Batam dan
Riau TV di Pekanbaru.
Sejak akhir 2009, Dahlan diangkat menjadi direktur utama
PLN menggantikan Fahmi Mochtar yang dikritik karena selama kepemimpinannya
banyak terjadi mati lampu di daerah Jakarta. [3][1] Selain sebagai pemimpin
Grup Jawa Pos, Dahlan juga merupakan presiden direktur dari dua perusahaan
pembangkit listrik swasta: PT Cahaya Fajar Kaltim di Kalimantan Timur dan PT
Prima Electric Power di Surabaya.[1]
0 komentar:
Posting Komentar