Menuntut ilmu adalah jalan yang lurus untuk dapat membedakan antara
yang haq dan yang bathil, Tauhid dan syirik, Sunnah dan bid’ah, yang
ma’ruf dan yang munkar, dan antara yang bermanfaat dan yang
membahayakan. Menuntut ilmu akan menambah hidayah serta membawa kepada
kebahagiaan dunia dan akhirat.
Seorang Muslim tidaklah cukup hanya dengan menyatakan keislamannya
tanpa berusaha untuk memahami Islam dan mengamalkannya. Pernyataannya
harus dibuktikan dengan melaksanakan konsekuensi dari Islam. Karena
itulah menuntut ilmu merupakan jalan menuju kebahagiaan yang abadi.
[1]. Menuntut Ilmu Syar’i Wajib Bagi Setiap Muslim Dan Muslimah
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Menuntut ilmu itu wajib atas setiap Muslim.”[3]
Imam al-Qurthubi rahimahullaah menjelaskan bahwa hukum menuntut ilmu terbagi dua:
Pertama, hukumnya wajib; seperti menuntut ilmu tentang shalat,
zakat, dan puasa. Inilah yang dimaksudkan dalam riwayat yang menyatakan
bahwa menuntut ilmu itu (hukumnya) wajib.
Kedua, hukumnya fardhu kifayah; seperti menuntut ilmu tentang
pembagian berbagai hak, tentang pelaksanaan hukum hadd (qishas, cambuk,
potong tangan dan lainnya), cara mendamaikan orang yang bersengketa, dan
semisalnya. Sebab, tidak mungkin semua orang dapat mempelajarinya dan
apabila diwajibkan bagi setiap orang tidak akan mungkin semua orang bisa
melakukannya, atau bahkan mungkin dapat menghambat jalan hidup mereka.
Karenanya, hanya beberapa orang tertentu sajalah yang diberikan
kemudahan oleh Allah dengan rahmat dan hikmah-Nya.
Ketahuilah, menuntut ilmu adalah suatu kemuliaan yang sangat besar
dan menempati kedudukan tinggi yang tidak sebanding dengan amal apa
pun.[4]
[2]. Menuntut Ilmu Syar’i Memudahkan Jalan Menuju Surga
Setiap Muslim dan Muslimah ingin masuk Surga. Maka, jalan untuk
masuk Surga adalah dengan menuntut ilmu syar’i. Sebab Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Barangsiapa yang melapangkan satu
kesusahan dunia dari seorang mukmin, maka Allah melapangkan darinya satu
kesusahan di hari Kiamat. Barangsiapa memudahkan (urusan) atas orang
yang kesulitan (dalam masalah hutang), maka Allah memudahkan atasnya di
dunia dan akhirat. Barangsiapa menutupi (aib) seorang muslim, maka Allah
menutupi (aib)nya di dunia dan akhirat. Allah senantiasa menolong hamba
selama hamba tersebut senantiasa menolong saudaranya. Barangsiapa yang
meniti suatu jalan untuk mencari ilmu, maka Allah memudahkan untuknya
jalan menuju Surga. Tidaklah suatu kaum berkumpul di salah satu rumah
Allah (masjid) untuk membaca Kitabullah dan mempelajarinya di antara
mereka, melainkan ketenteraman turun atas mereka, rahmat meliputi
mereka, Malaikat mengelilingi mereka, dan Allah menyanjung mereka di
tengah para Malaikat yang berada di sisi-Nya. Barangsiapa yang lambat
amalnya, maka tidak dapat dikejar dengan nasabnya.”
[5]
Di dalam hadits ini terdapat janji Allah ‘Azza wa Jalla bahwa bagi
orang-orang yang berjalan dalam rangka menuntut ilmu syar’i, maka Allah
akan memudahkan jalan baginya menuju Surga.
“Berjalan menuntut ilmu” mempunyai dua makna:
Pertama : Menempuh jalan dengan artian yang sebenarnya, yaitu berjalan kaki menuju majelis-majelis para ulama.
Kedua : Menempuh jalan (cara) yang mengantarkan seseorang untuk
mendapatkan ilmu seperti menghafal, belajar (sungguh-sungguh), membaca,
menela’ah kitab-kitab (para ulama), menulis, dan berusaha untuk memahami
(apa-apa yang dipelajari). Dan cara-cara lain yang dapat mengantarkan
seseorang untuk mendapatkan ilmu syar’i.
“Allah akan memudahkan jalannya menuju Surga” mempunyai dua makna.
Pertama, Allah akan memudah-kan memasuki Surga bagi orang yang menuntut
ilmu yang tujuannya untuk mencari wajah Allah, untuk mendapatkan ilmu,
mengambil manfaat dari ilmu syar’i dan mengamalkan konsekuensinya.
Kedua, Allah akan memudahkan baginya jalan ke Surga pada hari Kiamat
ketika melewati “shirath” dan dimudahkan dari berbagai ketakutan yang
ada sebelum dan sesudahnya. Wallaahu a’lam.•
Juga dalam sebuah hadits panjang yang berkaitan tentang ilmu, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Barangsiapa yang berjalan
menuntut ilmu, maka Allah mudahkan jalannya menuju Surga. Sesungguhnya
Malaikat akan meletakkan sayapnya untuk orang yang menuntut ilmu karena
ridha dengan apa yang mereka lakukan. Dan sesungguhnya seorang yang
mengajarkan kebaikan akan dimohonkan ampun oleh makhluk yang ada di
langit maupun di bumi hingga ikan yang berada di air. Sesungguhnya
keutamaan orang ‘alim atas ahli ibadah seperti keutamaan bulan atas
seluruh bintang. Sesungguhnya para ulama itu pewaris para Nabi. Dan
sesungguhnya para Nabi tidak mewariskan dinar tidak juga dirham, yang
mereka wariskan hanyalah ilmu. Dan barangsiapa yang mengambil ilmu itu,
maka sungguh, ia telah mendapatkan bagian yang paling banyak.”[6]
Jika kita melihat para Shahabat radhiyallaahu anhum ajma’in, mereka
bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu syar’i. Bahkan para Shahabat
wanita juga bersemangat menuntut ilmu. Mereka berkumpul di suatu tempat,
lalu Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam mendatangi mereka untuk
menjelaskan tentang Al-Qur-an, menelaskan pula tentang Sunnah-Sunnah
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Allah Ta’ala juga memerintahkan
kepada wanita untuk belajar Al-Qur-an dan As-Sunnah di rumah mereka.
Sebagaimana yang Allah Ta’ala firmankan,
“Dan hendaklah kamu tetap di
rumahmu dan janganlah kamu berhias dan (bertingkah laku) seperti
orang-orang Jahiliyyah dahulu, dan laksanakanlah shalat, tunaikanlah
zakat, taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak
menghilangkan dosa dari kamu, wahai Ahlul Bait, dan membersihkan kamu
dengan sebersih-bersihnya. Dan ingatlah apa yang dibacakan di rumahmu
dari ayat-ayat Allah dan al-Hikmah (Sunnah Nabimu). Sungguh, Allah
Mahalembut, Maha Menge-tahui.” [Al-Ahzaab: 33-34]
Laki-laki dan wanita diwajibkan menuntut ilmu, yaitu ilmu yang
bersumber dari Al-Qur-an dan As-Sunnah karena dengan ilmu yang
dipelajari, ia akan dapat mengerjakan amal-amal shalih, yang dengan itu
akan mengantarkan mereka ke Surga.
Kewajiban menuntut ilmu ini mencakup seluruh individu Muslim dan
Muslimah, baik dia sebagai orang tua, anak, karyawan, dosen, Doktor,
Profesor, dan yang lainnya. Yaitu mereka wajib mengetahui ilmu yang
berkaitan dengan muamalah mereka dengan Rabb-nya, baik tentang Tauhid,
rukun Islam, rukun Iman, akhlak, adab, dan mu’amalah dengan makhluk.
[3]. Majelis-Majelis Ilmu adalah Taman-Taman Surga
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Apabila kalian berjalan
melewati taman-taman Surga, perbanyaklah berdzikir.” Para Shahabat
bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah yang dimaksud taman-taman Surga
itu?” Beliau menjawab, “Yaitu halaqah-halaqah dzikir (majelis ilmu).” [7]
‘Atha’ bin Abi Rabah (wafat th. 114 H) rahimahullaah berkata,
“Majelis-majelis dzikir yang dimaksud adalah majelis-majelis halal dan
haram, bagaimana harus membeli, menjual, berpuasa, mengerjakan shalat,
menikah, cerai, melakukan haji, dan yang sepertinya.” [8]
Ketahuilah bahwa majelis dzikir yang dimaksud adalah majelis ilmu,
majelis yang di dalamnya diajarkan tentang tauhid, ‘aqidah yang benar
menurut pemahaman Salafush Shalih, ibadah yang sesuai Sunnah Nabi
shallallaahu ‘alaihi wa sallam, muamalah, dan lainnya.
0 komentar:
Posting Komentar